- Misteri Lawang Sewu sudah bukan cerita asing lagi bagi masyarakat Semarang, sebagaimana dalam postingan sebelumnya dengan judul "Seputar Kisah Mistik di Lawang Sewu". Konon, ada cerita lain mengenai hantu dari noni yang sering menampakan diri.
Seperti dalam lansiran www.merdeka.com. Gedung tua yang berada di pusat Kota Semarang ini sebelum zaman penjajahan Jepang adalah kantor kereta api yang dikelola pemerintah kolonial Belanda. Ada kisah munculnya arwah noni Belanda ini berawal ketika tentara Jepang masuk menyerbu gedung dan menjadikan sebagai tempat basis peristirahatan tentara Jepang.
Saat itu terjadi pemerkosaan tentara Jepang terhadap 20 noni Belanda. Kabarnya semua noni ini terdiri dari 10 noni perawan dan 10 sudah nikah. Setelah puas menyalurkan hasratnya, para tentara Jepang memenggal kepala 20 noni tersebut. Dan dari sinilah kisah misteri sering munculnya arwah noni bergentayangan.
Kemunculan arwah noni Belanda ini pernah dialami oleh Toha (46) warga Kampung Prembaen, Semarang Tengah, Kota Semarang. Toha yang mempunyai hobi memancing di sungai sekitar Lawang Sewu ini sering melihat penampakan sosok noni Belanda. Dengan rambut panjang terurai dan berbusana long dress warna putih dan mondar-mandir di sekitar Lawang Sewu.
"Dia tidak mengganggu hanya menampakkan diri. Mondar-mandir dengan paras penuh darah dan menebar senyum. Menakutkan memang, tetapi mau bagaimana lagi," tutur Toha kepada.
Loji era Belanda tersebut lebih dikenal dengan istilah Lawang Sewu atau pintu seribu, karena ribuan pintu dan jendela tersebar di mana-mana. Sebagai gambaran, lantai dua di bagian belakang gedung memiliki sekitar 20 ruangan berjajar yang masing-masing memiliki sebanyak 6 pintu. Jika lawang bisa diartikan sebagai pintu atau pintu menyerupai jendela, maka diayakini Lawang Sewu memiliki 1000 pintu.
Namun uniknya, dari berbagai pengalaman para wisatawan baik lokal maupun mancanegara yang mengunjunginya, saat menghitung jumlah pintu selalu tidak akan menemukan jumlah sampai 1000 pintu atau 1000 lawang. Hingga kini, rahasia ini diyakini sebagai mitos jika satu pintunya merupakan pintu mistis, jalan masuk arwah para penunggu gedung Lawang Sewu tersebut.
Selain rahasia pintu seribu, juga ada bagian lain dari Lawang Sewu yaitu bungker, atau ruang bawah tanah. Bungker ini sebetulnya tempat penyimpanan atau persediaan air bersih pada Zaman Belanda. Tak heran, jika sampai saat ini bangunan tersebut terus tergenang air dan harus dipompa keluar agar air tidak membanjiri objek wisata utama di Lawang Sewu tersebut.
Saat pertama turun, kami ditunjukan tempat angker dan penampakan-penampakan yang terjadi. Di ruangan pengap tersebut, terdapat beberapa lampu temaram yang masih terlihat baru. Konon dipasang lampu karena banyaknya orang yang kesurupan di tempat itu.
Pada masa Jepang, bungker itu dijadikan penjara dadakan untuk menahan para pejuang dan tentara Belanda yang tertangkap. Selain itu, tempat itu dijadikan sebagai tempat penyiksaan dan pembantaian tentara Belanda. Termasuk menyiksa beberapa noni Belanda yang dilakukan oleh tentara Jepang.
Penjara ini pada masa itu sering disebut sebagai penjara jongkok. Lima sampai sembilan orang dimasukan dalam sebuah kotak sekitar 1,5 x 1,5 meter dengan tinggi sekitar 60 cm, mereka jongkok berdesakan lalu kolam tersebut diisi air seleher.
Kemudian kolam tersebut ditutup terali besi sampai mereka semua mati. Di ruang bawah tanah itu juga terdapat 16 kolam di setiap ruangan, delapan ruangan bagian kanan dan delapan bagian kiri.
Selain itu, di ruang bawah tanah itu juga terdapat penjara berdiri. Lima sampai enam orang dimasukan dalam sebuah kotak berdiamater sekitar 60 cm x 1 meter, mereka berdiri berdesakan kemudian ditutup pintu besi sampai mereka semua mati.
Jika dalam seminggu mereka yang dipenjara jongkok dan penjara berdiri masih hidup, maka kepala mereka dipengggal dalam ruangan khusus. Mereka menggunakan bak pasir untuk mengumpulkan mayat tersebut. Seluruh mayat dibuang ke kali kecil yang terletak di sebelah gedung tersebut.
Konon, menurut cerita beberapa warga kali itu bernama Kali Garang. Garang, berarti negis dan kejam. Kata-kata garang dipilih karena pada masa penjajahan Belanda dan Jepang itu, seringnya terjadi penyiksaan, sehingga warna kali menjadi merah darah.
Saat pertempuran lima hari di Semarang, mayat-mayat tersebut dijadikan satu dalam delapan ruangan di sebelah kiri, kemudian ruangan tersebut ditembok untuk menghilangkan bau mayat. Bagaimana menurut anda sahabat MyMisteri?
Sumber: www.merdeka.com