ARYA WRATSANGKA atau Arya Sangka adalah putra ketiga Prabu Matswapati/ Durgandana, raja negara Wirata dengan permaisuri Dewi Ni Yutisnawati/Rekatawati, putri angkat Resi Palasara dengan Dewi Durgandini. Arya Wratsangka mempunyai tiga orang saudara kandung masing -masing bernama ; Arya Seta, Arya Utara dan Dewi Utari.
Arya Wratsangka adalah kesatria yang gagah berani, cerdik pandai, tangkas dan mahir mempergunakan senjata panah.
Arya Wratsangka seorang satria yang selalu memegang teguh rasa keperwiraannnya.
Arya Wratsangka menikah dengan Dewi Sindusari, putri Prabu Tasikraja, raja negara Tasikretna, Arya Wratsangka mempunyai tempat kediaman di kesatrian Cemaratunggal.
Arya Wratsangka menikah dengan Dewi Sindusari, putri Prabu Tasikraja, raja negara Tasikretna.
Arya Wratsangka menikah berbarengan dengan kakaknya, Arya Utara yang menikah dengan Dewi Tirtawati, kakak Dewi Sindusari setelah mereka berhasil membunuh Arya Girikusuma dan ayahnya Prabu Prawata dari negara Bulukapitu.
Ketika pecah perang Bharatayuda antara keluarga Pandawa dan Kurawa, Arya Wratsangka terjun ke medan perang sebagai senapati Pandawa, mendampingi Senapati Agung, Resi Seta.Dalam pertempuran itu ia gugur oleh Resi Durna yang mempergunakan senjata pusakanya Kiai Cundamanik.
RADEN WRATSANGKA
Raden Wratsangka adalah putra bungsu raja negara Wirata, Prabu Matswapati dan saudara Raden Seta.
Wratsangka beristrikan Dewi Sindusari, putri Prabu Tasikraja dan negara Tasikretna. Ia dihadiahi istri itu karena dapat mengalahkan musuh Prabu Tasikraja, seorang raja raksasa dari negara Bulukapitu, bernama Prabu Prawata.
Dalam perang Baratayuda, setewasnya Raden Utara, Wratsangka diangkat sebagai panglima perang. Dia kernudian tewas oleh Begawan Durna.
Matinya ketiga saudara, Seta, Utara dan Wratsangka, terjadi dalam satu hari dan sangat mengharukan seisi negeri. Sampai-sampai ibu ketiga ksatria itu datang ke medan perang dan menangisi jenazah putra-putranya yang berkumpul menjadi satu.
Rasa duka ibu ini tak terhingga, selagi ia memandang wajah putra putranya. Tetapi ia pun berbesar hati oleh karena kematian putra-putranya disebabkan karena berbakti pada tanah tumpah darah dalam memperebutkan kebenaran.
Raden Wratsangka bermata kedondongan, berhidung dan bermulut serba lengkap, berkumis dan berjenggot, berambut kadal menek, bersunting bentuk bunga kluwh, berkalung bulan sabit, berpontoh dan berkeroncong. Memakai kain kerajaan.
Sumber : Sejarah Wayang Purwa - Hardjowirogo - PN Balai Pustaka - 1982