Minggu, 10 November 2019

Cara Merumuskan Masalah dan Tujuan Penelitian Pendidikan

Kali ini kita akan membahas tentang cara merumuskan masalah dan tujuan penelitian pendidikan. Jadi, bagi seseorang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan akan terdorong untuk melakukan penelitian Jika dia menemukan masalah. Pertanyaan yang sepele namun tidak selalu mudah untuk dijawab yang muncul adalah, bagaimana dia menemukan dan merumuskan masalah tersebut. Atas pertanyaan ini tidak heran kalau banyak peneliti menamakan bahwa perumusan masalah merupakan jantung penelitian.

Dan pada uraian berikut, akan dibahas tentang perumusan masalah yang terdiri atas tahap mengidentifikasi, memfokuskan, dan merumuskan masalah.

A. Identifikasi Masalah 
Di bidang ilmu apapun, tidak terkecuali pendidikan, masalah selalu ada dan tidak terhitung jumlahnya. Meskipun demikian, kita seringkali mengalami kesulitan untuk menemukan masalah yang hendak diteliti. Mengapa demikian? Apakah kita tidak memahami apa yang dimaksud dengan masalah? Dalam arti luas, masalah sebenarnya adalah semua bentuk pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Walaupun masalah merupakan titik tolak untuk melakukan penelitian, tidak semua masalah dapat dijadikan objek untuk diteliti dan hal ini dapat diketahui dari karakteristik masalah tersebut.

Lalu seperti apakah karakteristik tersebut? Dan Berikut ini adalah uraian tentang pedoman umum yang dapat digunakan ketika masuk ke dalam tahap proses identifikasi masalah.

B. Pedoman dalam Identifikasi Masalah
Sebagai pedoman, ada tiga karakteristik yang perlu diperhatikan dalam mengidentifikasi masalah. Yang pertama adalah masalah tersebut " layak diteliti". Arti layak di sini adalah pengkajian terhadap masalah tersebut dapat dilakukan dengan cara yang terukur secara empiris melalui pengumpulan dan pengolahan data. Masalah yang berkaitan dengan isu filosofis dan etika atau moral tidak dapat dikategorikan masalah yang layak diteliti dalam konteks pembahasan kita di sini. Masalah yang menyangkut nilai ideal atau luhur seringkali sangat sulit untuk diukur dibanding dengan masalah diseputar sikap dan kinerja para pelaku pendidikan.

Karakteristik kedua adalah sifat dari masalah tersebut, yakni mempunyai nilai teoritis dan praktis. Suatu masalah penelitian yang baik pada hakekatnya diangkat dari teori yang kuat atau mempunyai dampak praktis yang dapat memperbaiki praktik atau penyelenggaraan pendidikan. Tergantung dari kepekaan kita, sebenarnya ketika mengidentifikasi masalah kita dapat menguji masalah tersebut dengan pertanyaan Apakah dampaknya apabila masalah tersebut terpecahkan. Apabila jawabannya adalah: "orang tidak akan peduli" maka itu suatu indikasi bahwa kita perlu mencari masalah yang lebih bermakna untuk diteliti.

Karakteristik ketiga adalah realistis. Pengertian realistis di sini sangat luas, antara lain meliputi keterjangkauan. Kita dalam hal kedalaman bekal konsep serta ketersediaan waktu, tenaga dan biaya. Bekal berupa penguasaan konsep atau teori dan seluruh pengalaman kita selama berkecimpung dalam dunia pendidikan akan menentukan mutu penelitian yang akan kita lakukan. Jika kita meneliti masalah di bidang yang kita kuasai, di mana kita tahu betul medannya maka peluang terjadinya penyimpangan baik dari segi metode maupun analisis akan kecil sekali. Ini artinya, penelitian kita di tingkat tersebut akan cukup handal. Sebaliknya, apabila kita memaksakan tingkat bekal teori kita untuk meneliti masalah yang jauh dari jangkauan bekal teori tersebut, maka kita akan mengalami banyak kesulitan dan hasil penelitian dapat dipertanyakan orang. Aspek lain yang tidak kalah penting dalam konsep realistis ini adalah ketersediaan waktu, biaya, dan tenaga. Ketiga aspek ini saling berkaitan. Biaya merupakan faktor cukup penting dalam menunjang keberhasilan suatu penelitian. Seringkali waktu dan tenaga dipengaruhi oleh keterbatasan biaya atau dana. Ketika dana yang tersedia cukup besar, maka ruang lingkup aspek yang dikaji dapat ditingkatkan lebih luas atau lebih mendalam, durasi penelitian dapat diperpanjang, dan jumlah tenaga dapat ditingkatkan.

Selain tiga aspek utama tersebut, beberapa pertimbangan lain yang perlu ditingkatkan ketika kita mengidentifikasi masalah penelitian adalah keaktuawalan dan kebaruan atau orisinilitas. Jika masalah yang diteliti merupakan masalah yang aktual atau yang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan masyarakat maka nilai penelitian kita akan lebih tinggi. Demikian pula apabila masalah yang ingin kita teliti itu betul-betul baru atau orisinil. Namun, hal ini tidak berarti bahwa melakukan penelitian tentang masalah yang muncul di masa lalu atau mengulang suatu penelitian yang pernah dilakukan orang lain merupakan penelitian yang kurang menilai. Penelitian semacam ini masih mempunyai nilai yang cukup tinggi apabila ditempatkan pada perspektif untuk kepentingan historis atau kepentingan verifikasi teori yang sudah ada.

C. Memfokuskan Masalah
Apabila kita sudah melakukan identifikasi masalah dengan menggunakan pedoman berupa kriteria tersebut, ada kemungkinan kita akan mendapat banyak masalah yang layak untuk diteliti. Sedikit banyaknya masalah yang dapat kita peroleh tergantung kepekaan kita menangkap aspek atau pernik yang terdapat di dunia pendidikan itu sendiri. Mengenai faktor yang dapat mempengaruhi kepekaan seseorang terhadap masalah penelitian pendidikan tidak akan saya bahas Disini. Uraian selanjutnya akan membahas apa yang perlu dilakukan apabila kita sudah mempunyai banyak masalah yang layak untuk diteliti. Apakah kita akan meneliti semua masalah itu? Tentu saja tidak!

Langkah yang perlu dilakukan adalah memfokuskan masalah. Mengapa demikian? Suatu masalah yang bersifat terlalu umum dan banyak jumlahnya kelak akan menyulitkan kita sendiri apabila masalah tersebut tidak kita fokuskan sejak awal. Pengertian memfokuskan di sini adalah memilih dan menentukan masalah yang kita Minati dan menguraikan masalah yang terlalu umum tersebut menjadi lebih spesifik. Jika hal ini tidak dilakukan maka kita akan menghabiskan waktu yang sangat banyak (dan saya pikir tidak perlu) ketika kita melakukan studi literatur. Kita akan repot sendiri karena topik yang hendak kita kaji akan melebar kemana-mana. Tidak hanya sampai disini, kesulitan tersebut akan berlanjut ke tahapan berikutnya dalam proses penelitian itu sendiri seperti penentuan tujuan, hipotesis, metodologi, serta pengumpulan dan pengolahan data.

Bagaimana cara memfokuskan masalah? Bagi para peneliti yang sudah berpengalaman, fokuskan masalah mungkin bukan hal yang sulit karena instingnya telah bekerja dengan baik. Akan tetapi bagi yang belum berpengalaman, pendekatan sistematis dengan cara melakukan klasifikasi masalah akan banyak membantu. Berikut ini adalah contoh teknik mengidentifikasi masalah untuk mendapatkan masalah yang spesifik yang di kemukakan oleh Tuckman (1978). Dia menyajikan dua contoh diagram yang masing-masing di namakan model satu dimensi dan model tiga dimensi sebagai alat bantu untuk memfokuskan masalah. Dan Mari kita lihat model pertama terlebih dahulu.
Kesempatan dan kebutuhan masyarakat akan pendidikan
Pengembangan kurikulum
Program edukatif
Alat dan bahan instruksional
Metode pengajaran dan proses pembelajaran
Konseling
Perlengkapan dan fasilitas pendidikan
Pendidikan guru
Supervisi dan administrasi
Evaluasi dan metodologi penelitian

Tampak pada gambar diatas adalah beberapa kategori masalah pendidikan. Hal yang perlu dicatat adalah bahwa itu hanya sekedar contoh ilustrasi dasar dan kategori tersebut tidaklah mutlak. Kita dapat membuat sendiri secara bebas sesuai dengan kerangka teori dan rujukan konsep yang dimiliki. Setelah membuat dan melihat skema masalah di atas maka pertanyaan yang perlu diajukan adalah; kategori masalah apakah yang paling menarik untuk diteliti dan kategori masalah apakah yang dikuasai atau mampu?

Misalnya jawaban atas pertanyaan tersebut adalah " alat dan bahan instruksional " maka langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah mengurai kategori tersebut menjadi sub-kategori yang lebih kecil seperti;
  1. Alat dan bahan instruksional cetak, dan 
  2. Alat dan bahan instruksional elektronik. 
Alat dan bahan instruksional elektronik misalnya masih bisa diuraikan lagi menjadi radio, kaset, televisi, video dan komputer. Sampai disini, pertanyaan selanjutnya yang perlu kita tanyakan adalah mirip dengan pertanyaan sebelumnya dan hanya tingkat detilnya yang berbeda; Manakah diantara sub-kategori tersebut menarik untuk saya teliti? Jika anda sudah menemukan jawabannya misal; komputer, maka anda bisa melanjutkan dengan memilih aspek instruksional yang anda sukai, misal; dampak terhadap prestasi belajar siswa. Dengan demikian, masalah yang akan diteliti akan fokus pada evaluasi dampak penggunaan alat dan bahan instruksional berbantuan komputer terhadap prestasi belajar siswa. Dengan demikian, tergambar desain penelitian yang akan dilakukan seperti sampel, alat ukur, teknik pengumpulan data.

Bagaimana dengan model kedua? Model kedua sebenarnya merupakan elaborasi dari Model pertama. Dalam model tersebut jumlah jenis kategori yang ditetapkan lebih banyak karena masalah penelitian pendidikan ditempatkan dalam perspektif masukan, proses, dan keluaran dalam suatu sistem pendidikan. Bentuk diagram model kedua adalah seperti dibawah ini;

MasukanOrganisasi dan
Aktivitas Instruksional
Keluaran
Calon siswa SeleksiPemenuhan kebutuhan masyarakat
Calon guru ProgramPemenuhan kebutuhan individu
Sikap KurikulumPerubahan sikap
Lapangan kerja Hubungan siswa-guruPerubahan sosial
Kegiatan kelembagaan OrganisasiKompetensi

Kebijakan

Jasa

Tampak pada tabel diatas, tiga kolom yang masing-masing merupakan kategori masukan, aktivitas, dan keluaran. Agak berbeda dengan penggunaan diagram yang terdapat pada Model pertama, pada Model kedua ini anda dapat menentukan pada bidang atau Kategori apa anda tertarik dan kemudian setelah itu baru menghubungkan dengan bidang atau kategori lain yang terdapat pada kolom yang berbeda. Anda dapat memulainya dari kolom atau kategori yang mana pun dan terkadang pada awalnya mungkin hanya menggunakan dua kolom yang diperlukan.

Cara menggunakan diagram tersebut sebagai alat bantu untuk memfokuskan masalah kurang lebih sebagai berikut;
Misalnya anda tertarik dengan topik " pengembangan karir akademis" atau " peningkatan prestasi belajar". Ini berarti Anda masuk ke dalam kolom atau kategori tiga dan kemudian masuk lebih dalam lagi ke subkategori " pemenuhan kebutuhan individu". Setelah itu, anda dapat masuk ke kolom 2 dan melihat ke salah satu sub kategori dan sebelum masuk ke sub kategori tersebut, mungkin anda akan mengajukan pertanyaan terlebih dahulu misalnya; bagaimana agar saya dapat meningkatkan prestasi belajar secara efektif? Pertanyaan ini dapat membantu anda ke salah satu kategori, misalnya "jasa". Mungkin Anda bertanya, " jasa apa". Dalam hal ini, yang dimaksud jasa tentu saja adalah jasa yang relevan dengan peningkatan prestasi belajar dan salah satu contoh jasa tersebut misalnya adalah jasa yang diberikan oleh kelompok bimbingan belajar.

Dengan demikian, pertanyaan anda menjadi " apakah seseorang yang bergabung dengan kelompok bimbingan belajar lebih berprestasi dibandingkan dengan yang tidak bergabung?. Jika anda menghubungkan komponen pertanyaan yang berasal dari dua kolom sebelumnya tersebut dengan kolom pertama maka anda akan dibantu masuk ke dalam sub kategori yang terdapat pada kelompok 1. Hal yang terakhir ini agak lebih mudah. Apabila yang ingin anda teliti adalah siswa atau calon siswa maka anda tinggal mengganti kata "seseorang" pada pertanyaan tersebut dengan kata "siswa" sehingga pertanyaannya menjadi; apakah siswa yang pernah bergabung dengan kelompok bimbingan belajar lebih berprestasi dibandingkan yang tidak? Dari sini, anda juga dapat mengidentifikasi kata "lebih berprestasi" dengan kata "mempunyai strategi belajar yang berbeda", "lebih efisien dalam mengatur waktu", "lebih mandiri" dan sebagainya.

D. Rumusan Masalah
Rangkaian langkah yang ditempuh dalam proses memfokuskan masalah dengan cara di atas sebenarnya sudah merupakan sebagian besar dari proses perumusan masalah. Pada model pertama untuk memfokuskan masalah, kita dapat membatasi masalah yang hendak diteliti dan mengungkapkan hal tersebut dengan pernyataan " Evaluasi terhadap dampak pembuatan alat dan bahan instruksional berbantuan komputer terhadap prestasi belajar siswa".

Pada model kedua, pemfokusan masalah tersebut kita ungkapkan dalam bentuk pertanyaan " Apakah siswa yang pernah bergabung dengan kelompok bimbingan belajar lebih berprestasi dibandingkan dengan yang tidak?". Perbedaan antara memfokuskan masalah dengan merumuskan masalah adalah memfokuskan masalah bersifat membatasi agar aspek yang diteliti tidak melebar kemana-mana sedangkan perumusan masalah adalah mengekspresikan aspek yang hendak dikaji tersebut dalam bentuk pernyataan atau pertanyaan yang spesifik.

Sebagian peneliti percaya bahwa perumusan masalah dengan bentuk pertanyaan lebih baik daripada dengan pernyataan sementara sebagian peneliti yang lain percaya bahwa perumusan masalah dalam bentuk pernyataan lebih baik daripada dalam bentuk pertanyaan. Rumusan dalam bentuk pertanyaan memang memberikan kesan lebih tajam dan langsung. Bandingkan perumusan contoh kedua bentuk rumusan masalah berikut ini;
  1. Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah dampak pengajaran matematika dengan menggunakan komputer sebagai alat bantu pengajaran terhadap prestasi belajar Matematika pada siswa kelas 4 SD di desa Maju. 
  2. Apakah dampak penggunaan komputer sebagai alat bantu pengajaran terhadap prestasi belajar matematika kelas 4 SD di desa Maju.
Salah satu yang perlu diperhatikan dalam perumusan masalah adalah bahwa rumusan tersebut hendaknya jelas dan operasional sehingga tidak terbuka peluang terjadinya salah tafsir jika rumusan tersebut dibaca oleh orang lain.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan bagian dari rencana penelitian secara keseluruhan dan tujuan tersebut harus dirumuskan secara jelas dan spesifik. Mengapa? Tujuan harus jelas karena seluruh aktivitas dan tahapan penelitian yang lain bertitik tolak dari tujuan tersebut. 

Tujuan juga harus spesifik agar penelitian terfokus pada ruang lingkup masalah yang hendak diteliti. Jika tujuan spesifik, maka berbagai aktivitas yang tidak relevan yang dapat menghabiskan waktu, tenaga, dan biaya dapat dihindari. Jika tujuan tidak spesifik, selain pemborosan energi, maka hal yang paling penting dari penelitian itu sendiri yakni masalah penelitian, tidak akan terjawab dengan baik. 

Tujuan penelitian sebenarnya adalah sebagai arah, petunjuk, atau pengontrol yang memandu agar seluruh tahapan aktivitas penelitian yang akan dilakukan tidak menyimpang. Karena Tujuan merupakan titik Sentral yang menjadi acuan dari Seluruh aktivitas proses penelitian maka ketika merumuskan tujuan kita sebenarnya sudah mulai mempraktikkan gambaran tentang Seluruh aktivitas apa saja yang kelak akan kita lakukan untuk memenuhi atau menjawab tujuan penelitian tersebut.

F. Teknik Merumuskan Tujuan
Jika kita telah merumuskan masalah dengan baik, maka kita tidak akan banyak mengalami kesulitan ketika merumuskan tujuan. Tergantung ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian dapat dirumuskan langsung dalam bentuk butir tujuan atau dirumuskan dalam bentuk tujuan umum terlebih dahulu kemudian baru merincinya dalam bentuk butir tujuan yang lebih spesifik. Tabel dibawah ini memberikan beberapa contoh bagaimana tujuan penelitian dirumuskan dengan bertitik tolak dari perumusan masalah;

Contoh Rumusan Tujuan Penelitian

MasalahTujuan
Bagaimana dampak penggunaan komputer sebagai alat bantu pengajaran terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas 4 SD di Desa Maju Mengetahui dampak penggunaan komputer sebagai alat bantu pengajaran terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas 4 SD di Desa Maju
Bagaimana hubungan IQ dengan prestasi belajar siswa kelas 6 SD di Kecamatan Mekar Sari Mengetahui hubungan IQ dengan prestasi belajar siswa kelas 6 SD di Kecamatan Mekar Sari
Bagaimanakah hubungan jumlah jam menonton TV dengan agresivitas siswa SD di Jakarta Mengetahui hubungan jumlah jam menonton TV dengan agresivitas siswa SD di Jakarta


G. Kategori Tujuan
Secara umum, tujuan penelitian sosial , tidak terkecuali pendidikan, dapat dikategorikan menjadi tiga jenis, yaitu;

1. Eksplorasi
Tujuan penelitian termasuk dalam kategori eksplorasi apabila penelitian yang akan dilakukan oleh si peneliti memang bersifat eksploratif, artinya, objek atau fokus kajian yang diteliti merupakan topik yang relatif baru atau sama sekali belum pernah diteliti.

2. Deskripsi
Tujuan penelitian yang bersifat deskripsi dicirikan dengan keinginan peneliti untuk melukiskan atau menggambarkan secara verbal dan grafis terhadap situasi atau peristiwa yang diamati. Ia mengamati, kemudian mendeskripsikannya.

3. Eksplanasi
Tujuan penelitian termasuk kategori ini apabila fokus masalah dalam penelitian adalah mencari jawaban atas pertanyaan "mengapa".

Dengan memperhatikan ketiga jenis kategori tujuan penelitian tersebut, diharapkan kita akan terbantu ketika merumuskan tujuan penelitian. Namun perlu diingat bahwa jarang suatu penelitian yang langsung menerapkan ketiga jenis tujuan tersebut sekaligus. Artinya, ketiga kategori tersebut terbuka untuk tidak diterapkan secara kaku mengingat tidak semua tujuan penelitian bersifat murni eksploratif, deskriptif, atau eksplanatori.